Webinar Mendidik Lewat Kata bersama Dr. Ina Salmah Febriani Daftar Gratis
Published in
Productivity
Writen by Majid Wajdi
04 November 2025, 09:11 WIB

Tulisan yang tertolak

Tulisan yang Tertolak

Pada suatu masa, ketika saya masih sangat muda, saya memiliki mimpi besar untuk menjadi seorang penulis yang karyanya bisa dibaca dan dihargai banyak orang. Di tengah semangat saya untuk menulis, saya merasa bahwa kesempatan untuk membagikan ide dan pemikiran saya ke dunia akan datang melalui artikel-artikel yang saya kirimkan ke media massa, terutama surat kabar. Itu adalah cara bagi saya untuk membuktikan bahwa suara saya juga memiliki arti, bahwa saya bisa berbicara tentang hal-hal penting yang ada di sekitar saya. Salah satu kesempatan besar yang saya ingat adalah saat saya menulis artikel tentang AKAN (Akuntabilitas Negara) dan mengirimkannya ke sebuah koran yang terkenal pada saat itu. Namun, tulisan itu tidak pernah muncul di halaman-halaman koran yang saya harapkan. Artikel yang penuh dengan harapan dan semangat itu, pada akhirnya, tidak ada kabarnya.

Artikel itu sebenarnya adalah refleksi dari pemikiran saya yang mendalam mengenai isu akuntabilitas dalam sistem pemerintahan dan negara. Saya sangat terinspirasi oleh perkembangan sosial dan politik yang terjadi di sekitar saya, dan saya merasa bahwa masyarakat perlu lebih peka terhadap bagaimana akuntabilitas negara sangat penting dalam mendorong perubahan dan pembangunan yang transparan. Di masa itu, meskipun topik seperti itu mungkin terdengar berat, saya merasa bahwa saya bisa mengemasnya dalam sebuah tulisan yang mudah dipahami dan menarik bagi pembaca.

Saya menghabiskan berhari-hari untuk menulis artikel tersebut. Setiap kata saya pilih dengan cermat, setiap kalimat saya susun dengan hati-hati. Saya ingin artikel ini tidak hanya berbicara tentang pentingnya akuntabilitas, tetapi juga memberikan wawasan bagi pembaca tentang bagaimana hal tersebut bisa berimplikasi pada kehidupan sehari-hari. Saya tidak hanya membahas teori, tetapi juga memberikan contoh-contoh nyata yang bisa dihubungkan dengan pengalaman pembaca. Saya ingin membuat pembaca merasa bahwa ini adalah masalah yang relevan dan penting bagi mereka.

Tulisan tersebut berisi tentang bagaimana negara harus lebih terbuka terhadap rakyatnya, bagaimana sistem pemerintahan yang transparan bisa membangun kepercayaan publik, dan bagaimana akuntabilitas bisa menjadi pondasi yang kuat bagi demokrasi. Dalam artikel itu, saya juga mencoba mengajak pembaca untuk berpikir kritis tentang apa yang terjadi dalam pemerintahan, bagaimana cara kita sebagai warga negara dapat meminta pertanggungjawaban kepada mereka yang diberi amanah. Saya merasa bahwa tulisan ini adalah panggilan hati saya, sebuah cara bagi saya untuk berkontribusi terhadap perubahan positif di masyarakat. Artikel itu mungkin belum sempurna, tetapi itu adalah usaha saya untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat.

Setelah selesai menulis, saya merasa begitu bangga. Saya tahu bahwa artikel tersebut adalah hasil dari banyak pemikiran dan usaha keras. Saya pun dengan penuh harapan mengirimkan artikel tersebut ke koran terkenal yang saya rasa akan menghargai tulisan seperti ini. Pada waktu itu, saya benar-benar percaya bahwa ini adalah kesempatan emas bagi saya untuk mulai dikenal, untuk melihat nama saya tercetak di halaman sebuah surat kabar. Mimpi itu terasa begitu dekat, begitu nyata.

Namun, beberapa minggu setelah pengiriman, saya mulai merasa cemas. Saya menunggu dengan sabar, berharap bahwa artikel saya akan segera dimuat. Setiap kali saya membeli koran tersebut, saya membuka halaman demi halaman dengan penuh antisipasi, mencari nama saya di antara kolom-kolom artikel. Tapi tak ada. Setiap harinya, saya merasa semakin putus asa, seolah mimpi saya semakin jauh. Tidak ada kabar tentang artikel saya. Tidak ada konfirmasi, tidak ada pemberitahuan, tidak ada feedback apa pun. Artikel itu akhirnya menghilang begitu saja, tertinggal dalam perjalanan waktu yang semakin jauh.

Ada perasaan kecewa yang sangat dalam ketika saya menyadari bahwa artikel yang saya tulis dengan penuh semangat itu tidak akan pernah dilihat oleh pembaca. Tidak ada pujian, tidak ada kritik, hanya keheningan yang memisahkan saya dari dunia penulisan yang saya impikan. Saya merasa seolah-olah suara saya tidak didengar, ide-ide saya tidak penting, dan segala usaha yang saya lakukan hanya sia-sia belaka. Saat itu, saya mulai bertanya-tanya apakah menulis untuk media massa adalah jalan yang tepat bagi saya, apakah saya benar-benar memiliki kemampuan untuk menulis sesuatu yang berarti, atau apakah tulisan saya terlalu biasa untuk bisa diterima oleh pembaca.

Meskipun saya merasa sangat kecewa, saya mencoba untuk tidak menyerah. Saya mencoba menerima kenyataan bahwa tidak semua tulisan akan diterima. Tidak semua karya akan mendapatkan perhatian atau pujian. Namun, rasa sakit itu tetap ada, terutama ketika saya berpikir kembali tentang betapa kerasnya saya bekerja untuk menulis artikel tersebut. Rasanya seperti ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tidak saya dapatkan meskipun sudah mengerahkan segala upaya. Tapi saya juga tahu, dalam hati saya, bahwa kegagalan ini bukanlah akhir dari segalanya. Ini hanyalah salah satu bagian dari perjalanan panjang saya untuk menjadi penulis yang lebih baik.

Seiring waktu, saya mulai merenung dan belajar dari pengalaman itu. Saya menyadari bahwa menulis bukan hanya tentang mendapatkan pengakuan atau pujian. Menulis adalah tentang proses, tentang perjalanan untuk mengungkapkan sesuatu yang ada dalam diri kita. Bukan setiap tulisan harus mendapat sambutan dari orang lain. Yang terpenting adalah bahwa kita menulis dengan hati, dengan niat untuk menyampaikan sesuatu yang bermakna. Saya mulai memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses pembelajaran. Tidak ada penulis yang tidak pernah mengalami penolakan. Setiap penolakan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dan menumbuhkan rasa percaya diri.

Saya juga belajar bahwa dunia jurnalistik dan dunia penerbitan tidak selalu memberi ruang bagi setiap tulisan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi apakah suatu tulisan diterima atau tidak, mulai dari relevansi topik, gaya penulisan, sampai pada kebijakan redaksi yang sangat ketat. Saya tidak boleh terlalu fokus pada satu kegagalan saja, karena ada banyak kesempatan lain yang bisa saya coba. Saya mulai menulis lagi, kali ini dengan lebih matang. Saya tidak lagi terlalu berharap untuk langsung mendapatkan pengakuan, tetapi lebih fokus pada kualitas tulisan saya. Saya ingin tulisan saya memberikan dampak, meskipun hanya pada satu orang pembaca sekalipun.

Seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai mengirimkan artikel-artikel saya ke berbagai tempat, tidak hanya koran, tetapi juga majalah dan platform online. Saya merasa bahwa meskipun saya belum berhasil di satu tempat, masih ada banyak tempat lain yang mungkin lebih cocok untuk tulisan saya. Saya juga mulai menulis dengan berbagai pendekatan, mencoba untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan ide-ide saya. Saya merasa bahwa menulis adalah tentang keberanian untuk terus mencoba, meskipun banyak penolakan yang datang.

Saya pun belajar untuk tidak terlalu terikat pada satu jenis tulisan saja. Meskipun saya memulai perjalanan menulis saya dengan artikel-artikel serius dan mendalam, saya juga mulai menulis cerpen, puisi, bahkan esai ringan. Saya mencoba untuk lebih fleksibel dalam menulis, memahami bahwa setiap jenis tulisan memiliki karakteristiknya sendiri dan bisa memiliki dampak yang berbeda pada pembaca. Saya menyadari bahwa saya tidak hanya menulis untuk diterima atau dihargai, tetapi untuk mengekspresikan diri, untuk berkomunikasi dengan dunia, dan untuk terus belajar dan berkembang.

Setelah sekian lama, saya akhirnya berhasil mempublikasikan beberapa tulisan di media yang lebih kecil, dan seiring berjalannya waktu, tulisan saya mulai mendapat perhatian. Saya mulai mengerti bahwa perjalanan menulis tidak selalu berjalan mulus. Penolakan adalah bagian dari proses yang harus saya jalani untuk menjadi lebih baik. Saya tidak lagi melihat kegagalan sebagai sesuatu yang menghancurkan, tetapi sebagai batu loncatan yang membawa saya lebih dekat pada tujuan saya.

Kini, meskipun artikel pertama saya yang tertolak itu tidak pernah dipublikasikan, saya tidak lagi merasa kecewa atau kehilangan semangat. Artikel itu, meskipun tidak pernah ada beritanya, tetap menjadi bagian penting dari perjalanan saya sebagai penulis. Itu mengajarkan saya untuk tidak takut gagal, untuk terus berusaha meskipun banyak rintangan yang menghadang. Dan yang paling penting, itu mengingatkan saya bahwa menulis adalah tentang ketekunan, keberanian, dan kemampuan untuk terus maju meskipun tidak ada jaminan kesuksesan.

Pendidik anak bangsa
(1) PT. Mawamedia Jayamusta Buanasiha
Comment has been disabled

More from Author

See All Articles
04 November 2025
Tulisan yang tertolak

Tulisan yang Tertolak Pada suatu masa, ketika saya masih sangat muda, saya memiliki mimpi besar untuk menjadi seorang penulis yang karyanya bisa dibaca dan dihargai banyak orang. Di tengah semangat saya untuk menulis, saya merasa bahwa kesempatan untuk membagikan ide dan pemikiran saya ke dunia......

04 November 2025
Menulis

Puluhan tahun yang lalu, saya pernah bermimpi untuk menjadi seorang penulis. Mimpi itu muncul ketika saya masih sangat muda, penuh dengan idealisme dan keinginan untuk berbagi cerita dengan dunia. Pada masa itu, dunia saya sangat terbatas oleh alat dan teknologi yang ada. Waktu itu, mesin......

04 November 2025
Menulis Cerpen

Mimpi pertama saya adalah menulis. Sejak kecil, saya selalu merasa ada sebuah dorongan yang kuat dalam diri untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan saya melalui tulisan. Saya percaya bahwa tulisan adalah cara terbaik untuk berkomunikasi, untuk menyampaikan ide dan perasaan yang mungkin sulit diungkapkan dengan kata-kata......

© Buatbuku.com - PT. Buat Buku Internasional - Allright Reserved