eCourse Buat Buku dengan A.I. (Artificial Intelligence) is already lauched! Watch
Published in
Technology
Writen by Bery M
30 January 2020, 12:01 WIB

Platform Validasi Data Menyambut Pilkada 2020

Big Data adalah mahadata yang melebihi proses kapasitas dari sistem database yang ada. Data terlalu besar dan terlalu cepat atau tidak sesuai dengan struktur arsitektur database yang tersedia. Untuk mendapatkan nilai dari data, maka harus memilih jalan alternatif untuk memprosesnya. Pemahaman Big Data tersebut di kemukakan oleh Edd Dumbill dalam bukunyaPlaning for Big data(2012 ). Dapat di simpulkan bahwa Big Data adalah data yang memiliki volume besar sehingga tidak dapat diproses menggunakan alat tradisional biasa dan harus menggunakan cara dan alat baru untuk mendapatkan nilai informasi dari gigantisnya data.


Dengan ledakan data yang terkonversi dalam bentuk platform yang bertebaran di ranah internet pada saat ini, jejak digital sangat mudah di temukan dan dapat menjadi sebuah alat bukti bagi seseorang yang sering menyebarkan hoaks dan opini provokatif atau menyampaikan argumen tanpa memiliki standar pengetahuan yang dapat di pertanggung jawabkan. Era internet seperti memiliki daya magnet tersendiri, bahwa setiap orang di tarik untuk menggunakan alat yang kita kenal dengan berbagai inovasi teknologi, namun hanya di gunakan untuk hal- hal yang kontraproduktif. Celakanya, ini semakin banyak terjadi dan meningkat tajam saat kalender politik semakin dekat.


Tidak lama lagi pada tahun 2020, ratusan daerah Indonesia akan mengalami lagi pesta demokrasi. Tepatnya, ada 270 daerah. Partai- partai pasti sudah mulai menganalisa dan memetakan wilayah mana yang akan menjadi lumbung suara agar mulus menggaet pemilih agar menjadi modal besar PEMILU 2024. Dan , seperti kita saksikan di banyak media arus utama, berbagai model pencitraan mulai di semburkan, tidak malu-malu mengkritik serta menonjolkan profilyang katanya lebih baik, sekalipun cenderung yang di sampaikan terlihat tidak benar apalagi tepat, sekaligus hoaks.


Lawan politik juga tidak mau kalah, dengan berbagai argumen juga ikut membalas isu-isu dengan data-data. Dan, saat mendekati hari pemilihan, kita nantinya tidak usah terkejut, masa panen raya para buzzer bayaranpun akan bertumpah ruah. Jargon yang penting bapak senang dan membela yang bayar bukan lagi merupakan tabiat hal yang memalukan.


Jika, narasi yang sebenarnya bisa di katakan tidak bermoral dan menghina kecerdasan ini di teruskan para buzzer, bukan tidak mungkin akan tercipta polarisasi dan perpecahan di tengah masyarakat karena tidak ada dukungan data yang tervalidasi sekaligus paparan profil para penyebar informasi berkategori hoaks yang cenderung tidak memiliki kapasitas, kompetensi dan moral. Berapa banyak sekarang informasi tidak valid yang bertebaran di ranah daring ? Dari isu kemiskinan, demontrasi, hutang negara, riwayat masa lalu seseorang, bahkan menyerempet terkait bantuan kemanusian.


Apakah kita sebagai warga negara mau, hanya sekedar di buat jengkel dan muak akan informasiyang katanya valid menurut versi sendiri ? Apa yang bisa di lakukan masyarakat untuk objektif menyaring informasi tersebut tanpa berpretensi memihak ? Caranya adalah dengan menciptakan sebuah basis data dengan memamfaatkan teknologi sofware Big data dengan tools dan perangkat tertentu sehingga selain memaparkan fakta-fakta empiris dan informasi terverikasi juga menampilkan jejak digital para pihak yang menyampaikan informasi atapun argumen. Jejak digital semacam alarm pembatas individu sehingga akan membuat seseorang berpikir dua kali dan bertanggung jawab pada apa yang di sampaikannya sehingga tidak hanya sembarangan dalam melempar sebuah opini pribadi yang menggiring pemilih bagai kerbau yang di tusuk hidungnya, ikut kemana saja tanpa berusaha mencari kebenaran.


Pertanyaannya, alat mesin representasi seperti apa yang memberikan kebenaran tanpa keberpihakan sekaligus menarik minat masyarakat ? Jawabannya hanya sebuah platform. Jelas tidak ada sebuah alat yang mampu memuaskan semua pihak, apalagi pihak-pihak yang merasa di sudutkan. Sehingga alat tersebut hanya bisa memungkinkan tingkat validitas informasi pada tingkat kebenaran berdasarkan standar ilmiah yang berupaya memandu kecerdasan masyarakat menjadi memiliki daya pertimbangan akurat dan dapat di pertanggungjawabkan, namun tetap harus dengan dukungan orang-orang bermoral bukan hanya sekedar berkompetensi. Karena orang berkompentensi tapi tidak bermoral ibarat pisau yang di gunakan mencederai sesama.


Siapakah yang paling mungkin bebas kepentingan dari platform tersebut ? Kaum muda harus mengambil inisiatif membangun platform tersebut serupa platform Kawal pemilu pada tahun 2014 yang memberikan informasi cepat hasil pemilu. Sudah saatnya kaum muda terlibat kembali dalam tata kelola data yang bisa menjadi rujukan banyak pihaktapi sekali lagi, harus bebas kepentingan politik. Rilis data Komisi pemilihan umum (KPU ) pada tahun 2019 ada sekitar 100 juta pemilih berusia muda (17-35 tahun ) dari lebih 196 juta pemilih. Jumlah pemilih muda ini terlihat besar juga di sebabkan ledakan bonus demografi . Dan, tentu saja, dari ratusan juta pemilih tersebut, puluhan juta akan kembali memilih pada tahun 2020 di daerahnya.


Kaum muda memang terlihat aktif pada PILPRES sebelumnya, karena itu dominasi mereka juga akan signifikan mengekor pada PILKADA tahun 2020. Dan, para pemilih muda ini harus di arahkan lebih selektif dalam memilih calon pemimpin, jika tidak ingin aspirasinya sia-sia. Apalagi, pemilih muda sangat melek akan berbagai kanal-kanal media sosial sekaligus bisa pula menjadi buah simalakama, jika tergiring berita-berita hoaks yang penyebarannya hanya dengan sentuhan jari.


Jika, perang informasi dan data ini di biarkan terus menerus liar di dunia maya, bukan tidak mungkin bangsa kita porak-poranda hanya karena informasi invalid yang di sebabkan tidak memiliki referensi data tervalidasi. Tentu saja, ini merupakan kekonyolan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di mana kemerdekaan yang telah diraih susah payah, terbuang percuma hanya karena segelintir kelompok ataupun elit politik yang tamak akan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Kita perlu bercermin, bahkan negara sekelas Paman Sam, pun sebaran hoaks pada Pilpresnya sangat bergemuruh bahkan memenangkan tokoh kontroversial, Trump, yang gencar menebar berita hoaks dengan buzzer bayaran pemelintir informasi.


Karena itu, alat verifikasi data ini harus segera terealisasi, apalagi proyeksi resesi ekonomi kian nyata di depan mata. Jika bangsa ini salah memilih pemimpin daerah, bukan tidak mungkin resesi tersebut menjadi bencana sosial bila tidak menemukan pemimpin yang berani, tangguh dan kreatif dalam kebijakannya karena hanya bergantung pada anggaran semata.


Namun, Kita harus jujur mengakui, tidak akan ada sebuah alat pendukung yang sempurna dalam mengatasi semua permasalahan tersebut, kita hanya bisa meminimalkan risiko bias informasi dan menampung sebanyak mungkin orang-orang berkarakter moral baik khususnya kaum muda agar lebih banyak terlibatberkolaborasi. Dengan kemajuan pesat inovasi teknologi dan fleksibilitasnya dalam menghubungkan siapa saja, alat tersebut harus berisikan bukan saja data, tapi menyuguhkan edukasi bagaimana sebenarnya kita memahami sebuah informasi dengan lebih komprehensif, tidak sepotong-sepotong, dan lebih memberikan solusi ke titik permasalahan. Teknologi big data sangat memungkinkan ini dapat terjadi dengan mulus karena ketersedian data lengkap dan referensi ilmu yang dapat di analisa dalam satu paket platform.


Platfom aplikasi tersebut juga harus memiliki misi pemersatu serta daya mempengaruhi secara positif sehingga menimbulkan tingkat kepercayaan tinggi dan sikap optimis. Bagaimana platform ini di isi dan di gerakkan? Peran tersebut lebih tepat di akomodir dari kolaborasi antar generasi muda baik akademisi, profesional dan praktisi yang memiliki reputasi baik sehingga lebih dinamis. Basis gerakanpun akan lebih efektif jika di bentuk dalam rupa komunitas agar bersifat egaliter.


Fitur-fitur pendukung platform di bangun agar lebih responsif dan interaktif, salah satunya fitur sharing informasi ke semua kanal-kanal media sosial, dimana akan mempercepat penyampaian kepada publik. Misalnya, medsos facebook, twitter, youtube atau seperti whats up dan berbagai kanal yang kini di gandrungi publik.


Nah, jika memang di butuhkan, peran dari tokoh-tokoh kaum muda yang terlibat dalam platform aplikasi haruslah juga piawai dalam setiap diskusi agar tidak terkesan tua dan rigid. Kolaborasi generasi muda ini akan merebut kembali kepercayaan puluhan juta kaum muda lainnya karena keterbukaan diskusi dan data. Ini bisa saja di laksanakan dalam diskusi berlainan topik setiap minggu tergantung isu apa yang lagi jadi trending atau memang layak di angkat.


Dari kegiatan positif dalam satu aplikasi, akan terbangun sebuah kesadaran moral yang lambat-laun akan mempengaruhi cara kaum muda bersikap, bertindak, dan menganalisa permasalahan secara komprehensif, bukan hanya sekedar protes atau melakukan kritik hanya agar eksis tanpa memiliki niat kuat sebagai agen perubahan dengan solusi yang produktif sekaligus masuk akal, bukan malah ikut-ikutan seperti para politikus yang terkesan sekedar mencari soroton panggung media. Inilah sebenarnya yang menjadi eksistensi manusia yang progresif beradab.


Dengan banyaknya tokoh-tokoh muda yang relevan dan menjunjung tinggi moral mendidik serta data terverikasi yang di injeksi ke dalam platform , akan membuka dan memperkuat kemampuan berpikir kaum muda dalam memilih dan memilah yang mana hoaks dan kebenaran informasiyang layak di tiru atau di buang. Dengan di ciptakannya platform yang terintegrasi dengan memamfaatkan Big data tersebut, akan hadir sebuah referensi terpercaya dalam memilih calon pemimpin. Inilah yang akan menciptakan warga negara di masa depan lebih bermoral ( integritas ) karena memiliki rasio kecerdasan akal yang lebih baik, bukan hanya sekedar ribut berkomentar, menghujat, bigot atau malah tidak punya keunggulan wawasan bermutu yang layak di ikuti atau menjadi panutan.


Tapi, pertanyaan terakhir yang masih mengganjal, mungkinkah semua kaum muda akan percaya dan mendukung akan validitas data dalam platform tersebut ? Tentu saja, tidak semuanya. Namun paling tidak, ada kontribusi, gerakan dan upaya serius kaum muda mendukung negara agar lebih kondusif sekaligus tidak apatis politik. Bagi mereka yang tidak percaya dan menghujat inisiatif platform tersebut, sebuah ungkapan mengingatkan, katak yang terjebak dalam sumur, tidak akan memahami luasnya lautan.






Comment has been disabled

More from Author

See All Articles
20 April 2020
Koperasi Zaman Now

Discover Peoples

Supratman Zakir 0 Post • 1 Followers
Aji Ainul 0 Post • 7 Followers
Wahyudi Setiawan 0 Post • 7 Followers
Lokapukau 0 Post • 0 Followers
Ghost Writer 0 Post • 6 Followers
© Buatbuku.com - PT. Buat Buku Internasional - Allright Reserved